PSK dan 7 Anak Angkatnya

.
PSK dan 7 Anak Angkatnya


“ moralitas adalah kemewahan pribadi yang sangat mahal “
( Henry Brooks Adams )

Busana seckdress merah menyala dan ketat lengkap dengan hak sepatu super tinggi sekitar 12 cm menjadi pilihan favorit yang dikenakan wanita yang memperkenalkan dirinya dengan nama Denok, saat ditemui malam itu. Belahan samping busananya memanjang hingga ke pangkal paha, sedangkan bagian atas busananya rendah dan terbuka. Denok bukan peserta kontes kecantikan atau sedang mengikuti lomba gadis sampul. Tapi wanita kelahiran kota Onix Tulungagung sedang menjalankan profesinya sebagai wanita penghibur.
Malam itu di tempat yang dikenal akrab sebagai Gunung Mbolo, Kec. Mbolo di daerah pinggiran kota Tulungagung ini memang merupakan tempat lokalisasi. Lingkungannya tidak jauh berbeda dengan tempat lokalisasi di kota-kota lainnya. Sama-sama sarat dengan pemandangan wanita-wanita yang menjalankan profesi serupa dengan Denok. Berbekal rok mini ketat, minyak wangi, alat rias serta dandanan seksi macam tank top, jaminan memikat pria hidung belang yang memang kurang iman. Hanya saja ada satu hal yang membedakan lokalisasi Gunung Mbolo ini dengan lokalisasi lainnya. Perbedaan ini bisa dikatakan unik dan “nyleneh”. Yaitu areal prostitusi ini terletak di sekitar kawasan makam cina yang berada di bukit Mbolo.
Suasana yang remang-remang tak menyurutkan sesuatu selain kecantikan yang memancar dari wajah ayu Denok serta dari bibirnya yang berpoleskan lipstick yang berwarna merah bata. Dandanannya yang super menor bahkan tidak mampu menyembunyikan sosok ayu yang bersembunyi dalam topeng kepalsuan yang hampir selalu dikenakannya tiap malam saat sedang bekerja. Denok memang special, ada beberapa hal yang membuatnya berbeda dengan wanita-wanita pekerja seks komersial lainnya. Dari sekian banyak kasus pelacuran, masalah ekonomi acap kali dijadikan alasan karena butuh sesuap nasi, dibantinglah harga diri. Namun pada kenyataaannya hal ini tidak bisa dipukul rata untuk seluruh kasus. Seperti halnya Denok, awalnya tidak ada yang menyangka bahwa wanita kelahiran Tulungagung, 2 Januari 1983 ini ternyata mempunyai cerita suram dibalik keterlibatannya di dunia malam dan motivasi lain yang tak kalah mengejutkan sekaligus mengharukan atas pekerjaannya tersebut.
Denok muda tumbuh di lingkungan agamis, orang tuanya merupakan sosok panutan di daerah tempat tinggalnya, dengan status orang tuanya yang 7 kali naik haji dan pengusaha konveksi membuat Denok yang seorang anak tunggal spontan menjadi kembang desa dan menjadi rebutan pemuda-pemuda baik idaman orang tuanya. Yang pastinya dapat membuat Denok menjadi wanita terhormat bila menikah dengan salah satu pemuda tersebut. Namun jalannya takdir tak dapat disangka-sangka, Denok malah jatuh cinta dengan seorang pemuda yang dikenalnya saat berkuliah di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Malang. Sampai akhirnya Denok mengandung anak dari kekasihnya itu, sudah dapat ditebak reaksi keras dari kedua orang tua Denok, mereka malu, dan Denok yang sedang hamil muda itu pun diusir dan tidak dianggap anak oleh orang tuanya.
Cerita sedih Denok tidak hanya berakhir sampai disitu, setelah menikah dengan kekasihnya secara sangat sederhana di Malang, Denok sangat menderita karena perubahan hidup tanpa fasilitas-fasilitas mewah yang selama ini selalu ada untuknya. Dia terpaksa bekerja sebagai buruh cuci di tengah kehamilannya yang semakin tua, dan sang suami bekerja serabutan sebagai kernet angkutan kota jurusan LDG. Sampai pada suatu hari yang sangat pahit bagi Denok, suami yang sangat dicintainya meninggal karena kecelakaan lalu lintas di daerah Dinoyo, Malang. Kenyataan pahit lain yang menimpanya adalah dia pun harus kehilangan bayinya beberapa hari kemudian, dan divonis tidak dapat mempunyai anak lagi oleh dokter. Akibat infeksi pada rahimnya yang parah karena keguguran dan harus kiret (membersihkan isi rahim pasca keguguran, red.).
Hidup Denok tidak berhenti sampai disitu, dia mampu bangkit dari masa-masa keterpurukannya menjadi sosok Denok yang baru. Denok yang lepas dari segala kenaifan, Denok yang kuat dan tangguh, Denok yang mandiri. Hingga dia berhasil menyelesaikan program S1 psikologinya pada Tahun 2005. Denok mencari penghasilan sendiri sebagai SPG (Sales Promotion Girl) untuk membayar biaya kuliahnya. Setelah mendapatkan gelar sarjananya, Denok memutuskan untuk kembali ke kota kelahirannya Tulungagung.
Di sinilah dia memulai karirnya menjadi pekerja seks komersial, Denok memilih pekerjaan ini selain karena memang mengalami masalah ekonomi, dia tak sungkan-sungkan bahwa pekerjaan ini dia lakoni untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Pekerjaan pertamanya sebagai wanita pengihibur adalah bekerja sebagai tukang pijat di salah satu salon ‘plus-plus’ di Tulungagung. Dan pada awal Tahun 2006 dia diberi informasi oleh salah satu pelanggannya kalau mangkal di Gunung mbolo lebih banyak pelanggannya dan tidak perlu memberi setoran kepada siapa-siapa. Denok pun akhirnya berhenti bekerja di salon ‘plus-plus’ itu dan melebarkan sayapnya di Gunung Mbolo, dia pun mengontrak rumah sederhana di sekitar Kecamatan Mbolo. Pada malam harinya dia bekerja ‘naik gunung’.
Berbagai pelanggan dia layani, mulai dari pelajar, om-om sampai tukang becak. Nama Denok pun langsung terkenal karena parasnya yang ayu, pembawaannya yang ramah, dan kebiasaannya yang suka menolong teman-temannya yang sedang kesusahan. Itulah yang membuat Denok sangat berbeda dan bersinar. Di hidupnya yang keras, dia mempunyai hati yang lembut.
3 Juni 2006, seorang teman sejawat Denok bernama Siti datang ke rumah kontrakannya , pagi-pagi sekali sambil menangis dan memohon. Siti memperkenalkan anaknya, Anto (6) kepada Denok. Siti meminta Denok untuk bersedia merawat Anto selama dia bekerja di luar negeri sebagai TKW. Gayung pun bersambut, Denok yang selalu suka pada anak kecil selalu setuju dengan permintaan Siti untuk menerima Anto sebagai anak angkatnya. Itulah awalnya Denok yang terkenal di antara teman-temannya sebagai satu-satunya PSK yang mempunyai anak angkat. Sejak saat itu beberapa teman Denok banyak yang menitipkan anaknya pada Denok untuk dirawat. Dan Denok dengan senang hati membantu mereka tanpa meminta imbalan apapun.
“dari sononya saya sudah suka sama anak kecil, apalagi sejak saya keguguran dan gak bisa punya anak lagi, saya sayang sama mereka, saya anggap mereka itu anak saya sendiri”, ungkap Denok malam itu dengan mata berkaca-kaca menahan haru.
Sampai saat ini Denok sudah mempunyai 7 anak angkat yang kesemuanya itu diangkat,dibesarkan dan dibiayai oleh Denok sendiri. 3 anaknya sudah bersekolah (SD), sedangkan 4 anak lainnya belum usia sekolah, bahkan salah satunya masih bayi. “kalau pagi sampai sore saya yang rawat mereka, tapi kalau malam saya kerja, yang besar ngemong adek-adeknya”, imbuhnya.
Itulah Denok sosok perempuan malam yang bekerja bukan hanya untuk keegoisannya semata namun juga bekerja untuk hati nuraninya, ada salah satu kalimat Denok yang sangat inspiring buat saya, “ pada dasarnya manusia itu semua sama, Cuma pilihan hidupnya saja yang berbeda “. Saya yakin, Denok sudah memilih jalan hidup yang terbaik untuknya. Kalau saja di masa lalu dia telah mendapatkan kebahagiaan dan kepahitan, tapi sekarang dia pasti sedang tersenyum karena telah memberikan semua kebahagiaan kepada anak-anak angkatnya dan menyimpan kepahitan yang pernah dikecapnya untuknya sendiri sebagai pelajaran. Pelajaran yang paling berharga. (An99un-07)