Menguak Keberadaan IOM di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

.


Perdebatan mengenai keberadaan IOM (Ikatan Orang Tua Mahasiswa) sempat terjadi menjelang rapat IOM Tahun 2008. Bahkan ada aksi penolakan terhadap IOM, aksi tersebut dilakukan dengan cara mencoret Gedung Fakultas Hukum (dinding sebelah barat, red) dengan tulisan “Tolak IOM”. Siapa pelaku aksi ‘protes’ tersebut tidak diketahui dan sempat menjadi perhatian mahasiswa Fakultas Hukum. Pada saat itu juga terdengar isu di kalangan mahasiswa bahwa secara institusionil, IOM sebenarnya sudah dihapuskan. Tapi, setelah dilakukan penelusuran terhadap kelembagaan IOM, hingga saat ini IOM masih ada, dengan kepengurusan masa bakti 2007-2009 yang diketuai oleh Ibnu Mas’ud, Dosen Fakultas Kedokteran sekaligus perwakilan orang tua mahasiswa Fakultas Hukum.

Menurut Pasal 5 ayat 4 AD IOM, tujuan IOM ialah untuk membantu pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dan atau dana yang diperlukan dan yang belum/tidak dicukupi oleh pemerintah, guna menunjang kelancaran dan upaya peningkatan mutu pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Hal serupa diungkapkan oleh Nurdin, selaku Pembantu Dekan III FH-UB, bahwa IOM memiliki tujuan untuk memajukan pendidikan di Fakultas Hukum dalam bentuk bantuan materi dan ilmu.

Sedangkan menurut pasal 5 ART IOM ayat 3, untuk lancarnya tugas yang menjadi tanggung jawab pengurus, maka ditunjuk pelaksana harian yaitu Kasubag (Kepala Sub bagian) Kemahasiswaan berdasarkan Surat Keputusan Pengurus IOM FH Universitas Brawijaya. Namun setelah dikonfirmasi ke Edi selaku Kasubag Kemahasiswaan, beliau tidak tahu-menahu mengenai IOM. Lebih lanjut Abdul Madjid, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum mengungkapkan bahwa kegiatan IOM hanya sekedar rapat intern organisasi. “IOM sekarang hanya sekedar wadah silaturahmi orang tua mahasiswa” ucap Dosen Mata Kuliah Hukum Pidana tersebut.

“Pada dua tahun terakhir ini, fakultas menerima dana IOM sebesar 60 juta, misalnya anggaran tiap Lembaga Otonom (LPM ManifesT, FKPH, Forsa, Formah PK, ALSA, LESC, dan Teater Kertas, red) sebesar 10 juta pertahun, dana IOM ini tidak mencukupi. Dulu saat masih ada IOM, dana untuk mahasiswa dari fakultas sebesar Rp. 1.080.000, lalu sisanya dari IOM” tutur Abdul Madjid. Lebih lanjut beliau mengungkapkan bahwa sebagian besar dana kegiatan mahasiswa ditanggung oleh fakultas, dana IOM kontribusinya sangat kecil jika dibandingkan dengan anggaran kegiatan fakultas yang bisa mencapai 15 milyar per tahun.

Kemudian setelah ada mekanisme anggaran satu pintu pada tahun 2008, pengelolaan dana IOM yang ada di fakultas ikut menjadi bagian dari anggaran fakultas dan disimpan di rekening rektor. Jika IOM ingin mengadakan kegiatan harus mengajukan proposal ke fakultas, kemudian fakultas mengajukan proposal ke rektorat. Pengelolaan anggaran IOM ada di tangan fakultas dan semua rencana kegiatan yang dilakukan IOM harus melewati perencanaan di tingkat fakultas untuk mendapatkan dana dari rektorat.

Terkait dengan pengelolaan dana, Lusiana Nisak, Ketua Umum Teater Kertas, menyatakan bahwa pengelolaan anggaran IOM membutuhkan transparasi. Pada tahun 2007 lalu, iuran yang dikenakan tidak rata, ada yang 100 ribu, 200 ribu dan ada juga yang 250 ribu. “Transparansi ini perlu agar tidak ada pihak yang saling menyalahkan. IOM itu sebenanrnya untuk apa, misal untuk anggaran kegiatan mahasiswa di LO berapa persen yang digunakan” Ucap Mahasiswi angkatan 2007 Fakultas Hukum Brawijaya tersebut.

Tuntutan untuk mengadakan sosialisasi dan transparansi anggaran IOM kepada mahasiswa juga diungkapkan oleh Akbar Alam, Mahasiswa angkatan 2008 Fakultas Hukum. Dia mengungkapkan bahwa tidak tahu banyak mengenai IOM, karena sosialisasinya kurang. Selain itu, Dia juga kurang tahu dana yang ditarik itu untuk apa. Serupa dengan pernyataan sebelumnya, Andhika (mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2008, red) juga tidak tahu sebenarnya dana IOM untuk apa, waktu rapat IOM pun orang tuanya juga tidak datang.

Berkaitan dengan hal tersebut, Abdul Madjid selaku Pembantu Dekan bidang keuangan waktu ditemui dikantornya, menjelaskan bahwa transparansi dana seharusnya dilakukan melalui DSM (Dewan Senat Mahasiswa), kemudian disosialisasikan kepada mahasiswa. Namun, pada kenyataannya DSM pun belum terbentuk karena pemilwa belum diselenggarakan. Akibatnya pada saat perundingan Rakor (Rapat Koordinasi) dan Raker (Rapat Kerja) pada tahun ini pihak mahasiswa tidak dilibatkan. (Nurul n Ndaru 08)