Menjaga Hak Politik Rakyat

.

Hilangnya hak memilih (right to vote) dalam pemilihan umum menjadi polemik tersendiri dalam proses penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Berkaca dari proses penyelenggaraan Pemilu pada tahun 2009, menunjukkan bahwa hilangnya hak memilih dikarenakan banyaknya masalah dalam sistem pendaftaran pemilih.
Proses penyelenggaraan Pemilu di Indonesia pada tahun 2009 masih menyisakan banyak permasalahan. Dari beberapa hasil kajian yang telah dilakukan oleh KPU sendiri, maupun lembaga swadaya masyarakat yang fokus di kajian pemilu, menunjukkan bahwa diperlukan sebuah perubahan dan perbaikan sistem dalam proses penyelenggaraan Pemilu. Dari berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan pemilu, secara khusus masalah sistem pendaftaran pemilih menjadi isu yang banyak dibicarakan.
Berdasarkan hasil evaluasi Pemilu 2009 yang dilakukan oleh KPU terbukti bahwa isu pendaftaran pemilih memuat masalah yang paling banyak dibandingkan isu-isu pemilu lainnya.[1] Dari laporan tersebut juga disebutkan bahwa permasalahan daftar pemilih dapat diidentifikasikan sebagai berikut: (1) kurang sinkronnya aturan, khususnya mengenai pembentukan PPK dan PPS sehingga terlambat dibentuk; (2) buruknya data awal yang berasal dari data kependudukan yang dihasilkan oleh Departemen Dalam Negeri menjadi akar masalah yang penting dari karut-marutnya daftar pemilih, dan sistem administrasi kependudukan ternyata juga tidak membantu memperjelas masalah ini; (3) terlambatnya petunjuk teknis dalam melakukan pemutakhiran daftar pemilih menyebabkan pelaksana pemilu di daerah kesulitan menjalankan tugas pemutakhiran daftar pemilih; (4) Dari sisi masyarakat, adanya sikap kurang aktif untuk mengecek daftar sementara dan memberikan usulan perbaikan. Adanya permaslaahan tersebut mengakibatkan hilangnya hak para calon pemilih untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu.
Selain itu juga, berdasarkan laporan Tim Penyelidikan Pemenuhan Hak Sipil dan Politik dalam Pemilu Legislatif 2009 oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menunjukkan terdapat sekitar 25-40% pemilih kehilangan hak memilih karena tidak masuk daftar pemilih.[2] Bahkan terdapat sejumlah warga negara yang berhak memilih tidak mempunyai kartu tanda penduduk (KTP) atau nomor induk kependudukan (NIK), sehingga tidak dapat terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT).[3]
Melihat kondisi yang demikian, sekaligus menyambut disahkannya undang-undang Pemilu Legislatif pada tahun 2012, tentu saja diperlukan sebuah pembenahan dan penyempurnaan sistem pendaftaran pemilih. Hal ini menjadi penting karena pendaftaran pemilih merupakan basis awal proses penyelenggaraan pemilu.
Namun, apabila melihat lebih lanjut, permasalahan yang terjadi lebih condong kepada permasalahan teknis dan administratif di lapangan. Untuk itu, menjadi penting untuk melakukan upaya perbaikan dengan mendorong pembuatan peraturan/kebijakan level teknis, agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan

[1] Laporan Evaluasi Pelaksanaan Pemilu 2009, (Jakarta: Komisi Pemilihan Umum, 2010).
[2] Laporan Tim Penyelidikan Pemenuhan Hak Sipil dan Politik dalam Pemilu Legislatif 2009, Jakarta, Komnas HAM, 2009
[3] poran Evaluasi Integritas Proses dan Hasil Pemilu 2009, (Jakarta: Kemitraan).

Triya Indra Rahmawan